Andi: Ajeng tindak pundi mbah?
Mbah podho: Ajeng teng saben le, niki ajeng nanem polowijo.
Andi: Monggo mbah, kulo rumiyien.
Mbah podho: Ajeng teng saben le, niki ajeng nanem polowijo.
Andi: Monggo mbah, kulo rumiyien.
Membaca
sepenggal percakapn diatas, Pasti anda berpikir bahwa sepenggal
percakapan di atas di lakukan di sebuah desa di daerah Jawa Tengah atau
daerah Jawa yang lain.Kalau memang itu yang ada di benak anda, ternyata
anda salah besar. Percakapan itu dilakukan di sebuah desa di daerah
Belitang III OKU Timur Sumatera Selatan, kampung kelahiranku. Maka
jangan heran kalau anda datang ke Belitang III, tepatnya Desa Trikarya
yang merupakan lumbung padi di Sumatera Selatan dan juga penghasil
karet, serat tebu, banyak sekali di temukan orang-orang Jawa. Mereka
adalah orang-orang transmigran. Para transmigrasi tersebut tiba di
daerah Belitang melalui program kolonisasi massal yang dilakukan
pemerintah Belanda pada tahun 1930-an. Dan kebanyakan orang Jawa yang
benar-benar giat bekerja keras menjadi sukses, dan makmur hidupnya.
Karena masyarakat Jawa sendiri memiliki filosofi sepi ing pamrih, rame ing gawe, yaitu menekankan pentingnya kerja nyata tanpa banyak mengeluh.
Soal
bahasa, banyak bahasa yang di gunakan di daerah ini. Selain bahasa
Melayu-Palembang dan bahasa Indonesia, bahasa Jawa menjadi salah satu
bahasa percakapan sehari-hari di perkampunganku. Penduduk asli suku
Komering atau berbagai suku pendatang dari daerah lain yang menetap di
daerah pertanian ini, juga cukup mahir berbahasa Jawa. Selain itu banyak
nama-nama penduduk yang mengacu pada peristilahan khas Jawa yang
singkat dan berakhiran“O”. Misal kalau nama: prayogo, suswanto,
sutikno, sudarsono, painem, paijem, sutrisno dan lain sebagainya. Begitu
juga dengan penamaan desa, karena banyak desa di Belitang di buka dan
di dirikan oleh orang-orang trans (Jawa) maka nama-namanya-pun
menggunakan nama Jawa. Seperti; Tawang Rejo, Bangun Harjo, Sido Mulyo,
Donoharjo, Sido Dadi, Banyumas, Tegalrejo, dan seterusnya dan
seterusnya.
Sebenarnya
kita bisa membedakan mana orang asli (Komering) atau mana penduduk
pendatang (transmigrasi). Sebagai contoh, orang asli Komering memakai
nama Cik Aman, Tando Kowi, Mardiana, Marniah, Daniel, Galung dan
lain-lain. Begitu juga untuk penamaan sebuah desa. Kalau yang mendirikan
itu orang asli Komering mereka menggunakan nama; Rasuan, Sukarame,
Minca Kabau, Campang Tiga, Way Halom dan lain-lain. Jadi, kalau kita
jeli, kita bisa melihat apakah dia asli orang Komering atau orang
pendatang. Dengan cara mengenali nama orang dan atau bisa juga dengan
nama desanya. Salah satu contoh soal bahasa, kalau saya di rumah
(kampung) dalam kehidupan sehari-hari saya menggunakan tiga bahasa. Di
dalam rumah/keluarga, saya menggunakan bahasa Jawa, akan tetapi kalau
saya keluar dari rumah, saya menggunakan bahasa Komering dan bahasa
Palembang. Soal nama, terlihat sekali kalau saya orang”Palembang Bajakan”, begitu suatu kali teman berucap kepada saya. Atau ada istilah untuk orang-orang Jawa yang lahir di Sumatera, yakni Pujakusuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera). Walaupun begitu, saya tetap merasa kalau saya orang Sumatera (Belitang).
*ITULAH SEKILAS DESAKU*
*
1 komentar:
sungguh senang sekali gan, bila aku bisa tinggal didaerahmu ini..
mampir juga gan ke http://jagattinta.blogspot.com/
Posting Komentar